- Mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum yang bermutu dengan harga terjangkau;
- Tercapainya keseimbangan kepentingan antara konsumen dan penyedia jasa; Dan ·
- Mewujudkan peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
Blog ini berisi materi Enviromental & Sains yang dirangkum dari berbagai sumber dan literatur
Penanganan Limbah B3 Peternakan Ayam Petelur
Dalam operasional peternakan ayam petelur, tidak dapat dipungkiri akan timbul limbah rumah tangga berupa limbah padat, cair, dan B3.Penjelasan mengenai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan dan cara pembuangannya adalah sebagai berikut:
Limbah B3 (LB3)
Pengoperasikan banyak mesin dan peralatan sebagai kendaraan penunjang dalam kegiatan peternakan ayam petelur akan menimbulkan limbah B3 dari perawatan dan penggantian oli mesin genset. Oli bekas hasil perawatan mesin genset dikumpulkan terlebih dahulu ke tempat penyimpanan sementara limbah B3, kemudian diserahkan kepada pihak ketiga setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Industri yang berwenang mengelola LB3. Produk LB3 lainnya adalah pengganti bola lampu pada lingkungan peternakan ayam petelur seperti penerangan jalan, perkantoran, rumah jaga, dan lumbung. Selain oli bekas dari perawatan mesin genset juga dihasilkan dari operasional di lingkungan ayam petelur adalah LB3. Sisa ceceran dan noda minyak dimasukkan ke dalam jerigen/tangki kemudian dikumpulkan di TPS LB3. Mengenai potensi limbah peternakan ayam petelur dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. Potensi Limbah B3
Limbah B3 | Jenis | Sumber | Volume | Volume/ Tahun |
Oli Bekas | Cair | Penggantian Oli mesin: - Mesin Pompa - Mesin Genset | - 5 ltr/3 bulan - 5 ltr/3 bulan |
20 liter 20 liter |
Kain Majun | Padat | Perawatan Mesin Genset | 1 Kg/ 3 bulan | 0,4 Kg |
Bola Lampu TL/Neon | Padat | Lampu penerangan didalam lingkungan area kerja peternakan ayam petelur | 3 bola lampu / 6 bulan | 12 bola lampu |
Seluruh LB3 yang dihasilkan dari kegiatan usaha peternakan ayam petelur dikumpulkan ke tempat penyimpanan sementara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Tempat penyimpanan sementara LB3 ini memenuhi kriteria sebagai berikut:
Untuk pengambilan LB3 yang disimpan di TPS LB3, akan dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (MoU) dengan pihak ketiga yang mempunyai izin pengumpulan LB3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mana pihak yang bersangkutan akan terlebih dahulu melakukan pengurusan izin penyimpanan sementaralimbah baham berbahaya dan beracun.
Penanganan Limbah Padat Peternakan Ayam Petelur
Dalam kegiatan
operasional kegiatan peternakan ayam petelur tidak
terlepas akan dihasilkan limbah domestik berupa limbah padat dan limbah cair
serta limbah B3. Adapun penjelasan limbah padat yang dihasilkan dan penanganannya
sebagai berikut:
Limbah padat
Potensi limbah padat
dihasilkan dari sisa kemasan botol vaksin dan desinfektan, telur infertil atau
konsumsi serta kotoran dan ayam mati. Agar memudahkan dalam penanganan limbah
padat rencanakan akan dibuat tempat pembuangan sampah terpilah antara sampah
organik dan anorganik di dalam lingkungan peternakan pembibitan ayam. Limbah
padat sisa kemasan botol vaksin dan disinfektan akan dilakukan pengumpulan dan
disimpan sementara pada gudang LB3 selanjutnya setiap 3 bulan sekali akan
dilakukan pengangkutan oleh pihak ketiga yang memiliki izin pengumpulan dan
pengangkutan limbah B3 yang sebelumnya telah menjalin kerjasama dengan pihak
perusahaan PT. Tata Mulia Fortuna akan menyiapkan tenaga khusus yang
bersertifikat untuk penanganan limbah padat dan limbah B3, Sedangkan untuk
limbah padat berupa kotoran dan ayam mati akan disimpan sementara di dalam
karung untuk selanjutnya akan dilakukan pengangkutan oleh pihak ketiga yang
telah menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan setiap harinya dan untuk telur
infertil atau konsumsi akan digunakan untuk konsumsi karyawan. Mengenai limbah
kotoran ternak, akan dilakukan penanganan agar tidak menimbulkan berkembang
biaknya lalat. Untuk itu dalam penangananya menjaga kotoran ternak tetap kering
dengan cara antara lain:
·
Penambahan sekam baru
Pada peternakan ayam petelur,
apabila sekam/litter sudah terlanjur ada yang menggumpal karena
kotoran atau basah namun jumlahnya sedikit, maka sekam bisa dipilah dan
dikeluarkan dari kandang. Sedangkan apabila jumlah sekam yang menggumpal atau
basah sudah banyak, lebih baik tambah sekam baru hingga yang menggumpal tidak
nampak.
·
Penggunaan kapur
Pada peternakan ayam petelur, kapur dapat digunakan untuk membersihkan
lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi
utama dari batuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3.
Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke udara,
juga pupuk yang dihasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup tinggi, karena
tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia.
·
Pembasmian lalat
Penanganan selanjutnya yaitu pembasmian lalat
dewasa dengan memberikan insektisida. Untuk membasmi lalat yang sudah banyak
berkeliaran di sekitar tumpukan feses, bisa digunakan insektisida yang
diaplikasikan lewat metode spray (semprot) dan tabur, seperti Delatrin dan Flytox.
Perlu diperhatikan untuk metode spraying, bila penyemprotan
dilakukan asal-asalan, maka tidak semua lalat mati dan lama-kelamaan akan
resisten terhadap insektisida tersebut.
·
Karena itu, disarankan spraying dilakukan
waktu petang karena pada saat itu lalat mulai istirahat dan terkonsentrasi pada
tempat-tempat tertentu. Sementara pada aplikasi tabur, perhatikan titik-titik
lokasi dimana lalat biasa hinggap di lorong dan bawah kandang, sehingga obat
tabur bisa diletakkan di lokasi tersebut.
Adapun potensi limbah
padat yang dihasilkan sebagai berikut:
- Sisa kemasan botol
vaksin dan desinfektan diperkirakan sebesar ± 200 kemasan per bulan
- Rata-rata produksi
buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg per hari per ekor sehingga
yang dihasilkan dari 40.000 ekor adalah ±2400 kg/kandang/hari
- Bangkai ayam
- Telur abnormal/afkir
Visi
Direktorat Jendral Sumber Daya Air dalam menjalankan tugas dan fungsinya di
bidang pengelolaan sumber daya air adalah: “Terwujudnya Kemanfaatan Sumber
Daya Air bagi Kesejahteraan Seluruh Rakyat Indonesia”. Dari rumusan visi di
atas terkandung makna bahwa sumber daya air sebagai salah satu unsur utama bagi
kehidupan dan penghidupan masyarakat harus dikelola secara berkelanjutan,
sehingga keberadaan dan fungsinya tetap terpelihara. Pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya air harus dilaksanakan secara adil dan merata sehingga
setiap individu dalam masyarakat dapat terpenuhi kebutuhannya secara memadai,
baik untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya maupun untuk meningkatkan
ekonominya. Meskipun air merupakan sumber daya alam yang dapat terbaharui namun
bukan berarti keberadaannya tak terbatas. Oleh karena itu penggunaannya harus
dilakukan secara rasional, efektif dan efisien.
Adapun
untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan beberapa misi pengelolaan sumber
daya air yakni:
a) Konservasi sumber daya air yang berkelanjutan;
b) Pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi syarat-syarat kualitas dan kuantitas;
c) Pengendalian daya rusak air;
d) Pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan dan pembangunan sumber daya air; dan;
e) Peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi dalam pembangunan sumber daya air.
Menurut
UU Nomor 7 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Konservasi
sumber daya air meliputi upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam
kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup,
baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Pendayagunaan sumberdaya air
meliputi upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber
daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. Pengendalian daya
rusak air meliputi upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan
kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Pengelola
sumberdaya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan
sumber daya air. Sesuai dengan pengertian ini, didalam pengelolaan sumberdaya
air telah dikenalkan terminology pengusahaan air, yang kemudian dijamin lewat
pemberian hak guna usaha air.
Pengelolaan
sumberdaya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat kompleks, mengingat
air mempunyai beberapa fungsi baik fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan
yang masing dapat saling bertentangan. Dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi, telah terjadi perubahan sumberdaya
alam yang sangat cepat. Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah
pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam
suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan terjadinya
degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir.
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai pembangkit listrik masih terbatas, sementara potensi energi baru dan terbarukan cukup banyak, seperti energi air, energi surya, bioenergi (biomassa dan biogas), energi angin, batubara, gambut, dan uranium. Potensi energi air yang tersebar di dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Pemanfaatan energi baru dan terbarukan dapat mendukung penyediaan energi listrik, sehingga mempercepat pertumbuhan sektor rill, meningkatkan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik. Selain itu pemanfaatan EBT adalah sebagai salah satu upaya mengurangi GRK yang menyebabkan perubahan iklim. Indonesia memiliki komitmen nasional untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada tahun 2030. Potensi desa atau disingkat Podes adalah sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi yang terdapat di desa, yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukannya sebuah analisa pengembangan potensi untuk pembuatan pembangkit listrik tenaga pico hidro yang dapat dimanfaatkan untuk penerangan pada daerah yang tidak teralirkan listrik. Karena melihat situasi dan kondisi tempat dengan debit air yang rendah maka digunakan alternator karena alternator tidak memerlukan debit air yang besar untuk menghasilkan tegangan yang cukup.
Data yang digunakan dalam menghitung besaran daya yang akan dihasilkan dari pembangkit listrik energi Pico Hidro terdiri atas data primer dan data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data meteorologi dan luasan catchment area (A) menggunakan peta satelit. Data meteorologi yang digunakan terdiri atas data curah hujan, hari hujan, kecepatan angin, lama penyinaran, suhu, kelembaban dan evapotranspirasi yang didapatkan dari BMKG dan/atau Badan Pusat Statistik . Data-data tersebut nantinya akan digunakan pada perhitungan debit andalan (dependable flow). Sedangkan data primer yang dilakukan pada lokasi adalah sebagai berikut:
1.
Debit
Air
Terdapat beberapa
metode yang digunakan dalam pengukuran debit air. Pada penelitian ini
pengukuran debit dilakukan dengan memperoleh data kecepatan aliran air yang
dilakukan dengan alat current meter dan
luas penampang saluran.
Dimana; Q =
Debit air (m3/detik)
v = Kecepatan air (m/detik)
A = Luas penampang saluran (m2)
2.
Ketinggian
Air Efektif
Ketinggian air
efektif digunakan sebagai acuan sumber energi potensial air yang diperoleh
melalui Persamaan 2 (Buyung, 2011).
Dimana; Hef = Ketinggian efektif (m)
H = Ketinggian aktual (m)
3.
Daya
Daya dari debit
air dapat dihitung menggunakan Persamaan 3 (Budiyanto, 2015).
Dimana; P =
Daya (watt)
Q = Debit air (m3/detik)
Hef = Ketinggian efektif (m)
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2)
Daftar Pustaka
http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/kebumian/article/view/6778
Budianto,
A. (2015), “Design Engineering Detail of Sono (Opak River) Microhydro
Irrigation Project Parangtritis Kretek Village in the District of Bantul of
Yogyakarta”, ASEAN Journal of Systems
Engineering (AJSE), Volume 3, Nomor 1, Halaman 41-46.
Buyung,
S. (2011), “Analisis Pengaruh Tinggi Jatuhnya Air (Head) terhadap Daya
Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydro Tipe Turbin Pelton”, Jurnal Penelitian Saintek, Volume 16, Nomor 2.