Schmidt dan Fergusson menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan bulan kering. Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri di Indonesia.
Schmidt dan Fergusson mendapatkan bulan basah dan bulan kering bukan mencari harga rerata curah hujan untuk masing-masing bulan tetapi dengan cara tiap tahun adanya bulan basah dan bulan kering dihitung kemudian dijumlahkan untuk beberapa tahun kemudian direrata. Hal ini mengingat, jika digunakan harga rerata masing-masing bulan adanya bulan basah dan bulan kering yang tiap tahun bergeser kemungkinan sekali tidak nampak pada harga rerata bulan basah.
Jumlah rerata bulan kering dan bulan basah didapat dari data hujan seluruh Indonesia antara tahun 1921 – 1940 dengan menghilangkan tempat-tempat yang mempunyai data sepuluh tahun.
Berdasarkan besarnya nilai Q, Schmidt dan Fergusson menentukan tipe hujan di Indonesia, yaitu :
Golongan | Nilai Q (%) | Uraian |
A | 0 < Q < 0,143 | Sangat Basah |
B | 0,143 < Q < 0,333 | Basah |
C | 0,333 < Q < 0,600 | Agak Basah |
D | 0,600 < Q < 1,000 | Sedang |
E | 1,000 < Q < 1,670 | Agak Sedang |
F | 1,670 < Q < 3,000 | Kering |
G | 3,000 < Q < 7,000 | Sangat Kering |
H | 7,000 < Q | Luar Biasa Kering |
0 comments:
Posting Komentar