Kamis, 04 Oktober 2012

PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Data hujan yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi biasanya adalah data curah hujan rerata dari daerah yang bersangkutan. Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan jaringan, data yang diperoleh semakin baik dan mewakili, tetapi pada prakteknya akan membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Sehingga para hidrogiwan diharapkan mampu menentukan suatu jaringan stasiun hujan yang dapat mewakili daerah yang diteliti (maupun daerah yang akan dibangun stasiun hujannya).

Banyak metoda dan prosedur yang ditawarkan dalam penentuan jaringan stasiun hujan, tetapi di Indonesia belum ditetapakan metoda yang baku. Praktikum kali ini memperkenalkan metoda yang ada. Badan meteorology dunia memberikan sarannya mengenai kerapatan minimum jaringan stasiun hujan adalah satu stasiun digunakan untuk melayani daerah seluas 100-250 km  bagi daerah yang mempunyai topografi pegunungan di daerah tropis, dan satu stasiun untuk melayani daerah seluas 600-900 km  untuk daerah daratan.
Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar-bernar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran dilakukan WMO (World Meteorological Office), 1970. Karena itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi harus dijamin bahwa:
a)      percikan tetesan hujan ke dalam dan ke luar penampung harus dicegah
b)     kehilangan dari reservoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin
c)      jika ada, salju haruslah melebur.
Sistem jaringan kerja alat penakar hujan harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemanfaatan data curah hujan yang akan dikumpulkan. Data hujan yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi biasanya adalah data curah hujan rerata dari daerah yang bersangkutan. Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan jaringan, data yang didapat semakin baik dan mewakili, tetapi pada prakteknya akan membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Sehingga para hidrologiwan diharapkan mampu menemukan suatu jaringan stasiun hujan yang dapat mewakili daerah yang diteliti (maupun daerah yang akan dibangun stasiun hujannya).
Banyak metoda dan prosedur yang ditawarkan dalam penentuan jaringan stasiun hujan, tetapi di Indonesia belum ditetapkan metoda yang baku. Praktikum kali ini memperkenalkan beberapa metoda yang ada. Badan Meteorologi Dunia (WMO) memberikan sarannya mengenai kerapatan minimum jaringan stasiun hujan adalah satu stasiun, digunakan untuk melayani daerah seluas 100-250 km2 bagi daerah yang mempunyai topografi pegunungan di daerah tropis, dan satu stasiun untuk melayani daerah seluas 600-900 km2 untuk daerah daratan. Patokan ini bersifat umum, untuk daerah dengan karakteristik iklim dan topografi tertentu dan tergantung dari tingkat ketelitian hasil presipitasi yang dikehendaki, satu alat penakar hujan dapat mewakili daerah dengan luas berbeda dari ketentuan tersebut di atas.
Tingkat ketelitian hasil pengukuran curah hujan dalam suatu sistem jaringan kerja tergantung tidak hanya pada keseluruhan kerapatan alat-alat penakar hujan tetapi juga pada penyebaran alat-alat penakar hujan. Ketelitian pengukuran curah hujan tersebut di atas dapat ditingkatkan dengan cara mempertimbangkan pola variabilitas spasial curah hujan di tempat tersebut dan menggunakan pola variabilitas tersebut sebagai dasar penentuan jumlah dan keduduikanalat-alat panakar hujan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, alat-alat penakar hujan ditempatkan berdasarkan klasifikasi topografi, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan kedudukan/arah terhadap angin (aspect) (Clarke et al, 1973). Sesudah tipe penakar hujan dipilih, maka langkah selanjutnya adalah memutuskan jumlah minimum penakar yang dibutuhkan untuk suatu kawasan.
Metoda Wilson E. M (1974)
Wilson E. M memberikan tabel untuk menentukan kerapatan stasiun hujan berdasarkan keluasan dari DAS, seperti pada tabel berikut:
Jumlah Stasiun Hujan Yang Diperlukan Untuk Ukuran DAS Dengan Luas Tertentu

Luas DAS
Jumlah Stasiun Hujan
Mil2
Km2
10
26
2
100
260
6
500
1300
12
10000
2600
15
20000
5200
20
30000
7800
24
(Wilson E. M dalam Linsley, 1994)

Varshney, (1974) dalam bukunya yang berjudul Engineering Hydrology, memberikan usulan metoda untuk menetapkan stasiun hujan, sebagai berikut :
Menghitung jumlah curah hujan total dari keseluruhan stasiun (Pt)
Pt = P1 + P2 + …+ Pn
dimana :
P1 = curah hujan di stasiun ke-1
P2 = curah hujan di stasiun ke-2
Pn = curah huajn di stasiun ke-n
Menghitung hujan rata-rata DAS (Pm)
      Dimana :
      n = banyaknya stasiun hujan
Menghitung jumlah kuadrat curah hujan semua stasiun (Ss)
      Ss = P12 + P22 + …+ Pn2
Menhitung varians (S2)
Menghitung koefisien variasi (Cv)
Menghitung jumlah stasiun hujan optimum (N) dengan persentase kesalahan yang
            diterapkan (p)
Stasiun hujan yang harus dipasang lagi adalah sebanyak (N-n)
Sementara itu, Sofyan Dt. Majo Kayo (1988) telah mengadakan penelitian di DAS Cimanuk dengan tujuan untuk meneliti dan memilih lokasi stasiun hujan yang tepat serta mewakili suatu DAS.
Metode yang digunakan oleh Sofyan adalah dengan melakukan pembagian DAS Cimanuk menjadi beberapa kelompok (zone). Kemudian dari masing-masing zone dilakukan pemilihan stasiun hujan yang dianngap tepat serta mewakili sehingga akhirnya secara keseluruhan dari DAS biaqsa dihasilkan stasiun-stasiun hujan  yang terpilih.
Selanjutnya Sofyan membandingkan hasil perhitungan curah hujan rata-rata tahunan dari stasiun-stasiun yang terpilih untuk mengetahui persentase perbedaannya dengan rumus :
dimana :
Y         : persentase perbedaan / penyimpangan relative (%)
XI        : harga rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada (mm)
XII      : harga rata-rata curah hujan tahunan dari stasiun hujan hasil pemilihan (mm)
Bila harga Y lebih kecil dari besar penyimpangan yang diijinkan maka pemilihan tersebut dapat diterima.

NO
Jangka Pengamatan (Thn)
Kemungkinan Kesalahan Terhadap Pengamatan Kerja Panjang (%)
1
1
+ 50 sampai -40
2
3
+ 27 sampai -24
3
5
+16  sampai -24
4
10
+ 6   sampai -8
5
20
+ 3   sampai -3
6
30
+ 2   sampai -2

0 comments:

Posting Komentar