Dalam
studi pengembangan sumber daya air, seperti studi tentang neraca air,
diperlukan data atau informasi tentang besarnya presipitasi rata – rata di
suatu DAS. Adanya variabilitas spatial curah hujan di suatu tempat mengharuskan
penempatan alah realistik.t penakar hujan sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh prakiraan besarnya presipitasi rata – rata di daerah kajian yang
lebih realistik.
Cara
– cara perhitungan curah hujan dari pengamatan curah hujan di beberapa titik
misalnya cara rerata aljabar, cara polygon Thiessen, cara garis isohyets, cara
garis potongan antara ( intersection line method), dan cara dalam elevasi (
depth-elevation method).
1.
CARA
RERATA ALJABAR
Cara
yang paling sederhana adalah adalah dengan melakukan perhitungan rata – rata
arimatik (aljabar) dari rerata presipitasi yang diperoleh dari seluruh alat
penakar hujan yang digunakan. Cara ini dianggap cukup memadai sepanjang
digunakan di daerah yang relative landai dengan variasi curah hujan yang tidak
terlalu besar serta penyebaran alat penakar hujan diusahakan seragam. Kedaan
seperti ini sering tidak dapat dijumpai sehingga perlu cara lain yang lebih
memadai.
Keterangan
:
R =
Curah hujan rerata tahunan ( mm )
n = Jumlah
stasiun yang digunakan
R1
+ R2 + R3 +Rn = Curah hujan rerata
tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
2.
CARA
POLIGON THIESSEN
Metode
ini digunakan secara luas karena dapat memberikan data memberikan data
presipitasi yang lebih akurat, karena setiap bagian wilayah tangkapan hujan
diwakili secara proposional oleh suatu alat penakar hujan. Dengan cara ini,
pembuatan gambar polygon dilakukan sekali saja, sementara perubahan data hujan
per titik dapat diproses secara cepat tanpa menghitung lagi luas per bagian
poligon.
Keterangan
:
R
= Curah hujan rerata
tahunan (mm)
R1,R2,R3
= Curah hujan rerata tahunan di
tiap titik pengamatan (mm)
Rn
= Jumlah titik
pengamatan
A1,A2
= Luas wilayah
yang dibatasi polygon
A = Luas daerah penelitian
Cara
membuat polygon Thiessen
a. Mengambil
peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS
b. Menghubungkan
garis antar stasiun 1 dan lainnya hingga membentuk segi tiga
c. Mencari
garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama persis dan tegak
lurus garis
d. Menguhubungkan
ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat titik berat yang akan
membentuk polygon.
3.
CARA
GARIS ISOHYET
Peta
Isohyet digambarkan pada peta topografi berdasarkan data curah hujan (interval
10 – 20 mm) pada titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud.
Luas bagian daerah antara dua garis isohyets yang berdekatan diukur dengan
planimeter. Harga rata – rata dari garis – garis isohyets yang berdekatan yang
termasuk bagian – bagian daerah itu dapat dihitung. Curah hujan daerah dihitung
menurut persamaan seperti dibawah ini,
Keterangan
:
R
= Curah hujan rerata
tahunan
A1,
A2 =
Luas bagian antar dua garis isohyets
R1,
R2, Rn = Curah hujan rata – rata
tahunan pada bagian A1, A2, …. , An
Cara
ini adalah cara rasoinal yang terbaik jika garis – garis isohyets dapat
digambarkan dengan teliti. Akan tetapi jika titik – titik pengamatan itu banyak
sekali dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada
pembuatan peta isohyets ini akan terdapat kesalahn – kesalahn si pembuat (
individual error). Namun teknik perhitungan curah hujan dengan menggunakan
metode ini menguntungkan karena memungkinkan dipertimbangkannya bentuk bentang
lahan dan tipe hujan yang terjadi, sehingga dapat menunjukkan besarnya curah
hujan total secara realistis.
4. CARA GARIS POTONGAN ANTARA
(Intersection line method)
Merupakan
penyederhanaan dari cara isohyets. Garis – garis potong (biasanya dengan jarak
2 – 5 km) berupa kotak digambar pada peta isohyets. Curah hujan pada titik
perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik ke garis – garis isohyets
yang terdekat. Rata – rata jarak curah hujan titik – titik perpotongan di ambil
sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini agak kurang apabila
dibandingkan dengan isohyet.
5. CARA DALAM ELEVASI
(Depth elevation method)
Teori
yang menyatakan curah hujan semakin besar seiring kenaikan elevasi, sehingga
dapat dibuat diagram mengenai hubungan elevasi titik – titik pengamatan dan
curah hujan. Kurva ini (biasanya berbentuk garis lurus) dapat dibuat dengan
cara kuadrat terkecil ( Least square method) skala 1/50.000 atau yang lainnya,
luas bagian antara garis kontur selang 100m sampai 200m dapat diukur. Curah
hujan untuk setiap elevasi rata – rata dapat diperoleh dari diagram tersebut,
sehingga pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung menurut persamaan sebagai
berikut
Keterangan
:
R
= Curah hujan rerata
tahunan
A1,
A2 =
Luas bagian antar dua garis isohyets
R1,
R2, Rn = Curah hujan rata – rata
tahunan pada bagian A1, A2, …. , An
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika
garis-garis Isohyet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik
pengamatan itu banyak sekali dan variasi curah hujan didaerah bersangkutan
besar, maka pada pembuatan peta Isohyet ini akan terdapat kesalahan-kesalahan
si pembuat (individual error).
0 comments:
Posting Komentar